Thursday, 14 July 2016

Pasca Lebaran

Jumat hujan. Pagi  saat fajar hendak menyingsing, hujan turun dengan derasnya. berkah dari sang pencipta berjatuhan di h+3 hari raya idul fitri. Surya yang terbit tidak akan pernah iri, toh dia tetap terbit hanya saja tidak terlihat dari belahan bumi sini. Rasanya sangat enak jika kutarik selimut untuk kembali tidur. Hm... sayang aku tidak memakai selimut, sarung pun tidak. hanya baju dan celana. Aku harus segera bangun mengganti obat nyamuk bakar yang habis. Ah, lengan dan betisku penuh bentol bekas ciuman nyamuk dan keluarganya.

Sunday, 12 June 2016

Tiba Masa Tiba Akal



Liburan?

Yeeh..Liburan datang. Hah liburan? 

“ We have no holiday son, we are engineer!” Begitu kalimat dari seekor ayah singa kepada anaknya-pada sebuah meme komik.

Setelah ujian akhir semester genap ini berakhir, libur tiga bulan telah siap menyambut. Buatku mahasiswa semester empat tidak akan merasakan jeda kuliah tiga bulan seperti tahun kemarin. Aku bisa jalan-jalan ke kampung pare Kediri, ke wisata alam, dan liburan-liburan lainnya.

Berpulang



Long weekend telah hampir habis, menyisakan Ujian Akhir Semester 3 pelajaran lagi-dimulai hari senin sampai rabu besok. Bertepatan hari ini, kabar duka datang kepada kami, UKM Sulawesi di Telkom University. Salah seorang keluarga Mahasiswa Sulawesi telah berpulang ke  Sang Pencipta malam tadi.  Lantas akun LINE ramai postingan berbela sungkawa seolah ikut bersedih melepas kepulangan salah satu anggota keluarga kami di perantauan.

Friday, 6 May 2016

Little Journey 3 : Pulang



Jika belum membaca episode sebelumnya silahkan klik Part 1 dan Part 2

Jumat malam selepas isya aku tiba di rumah. Bukan rumah mertua, tepatnya ini rumah kecilku di kampung halaman. Empat jam perjalanan darat dari kota Makassar – Bulukumba menjadi santapan wajib buat bokongku di atas mobil. Ini merupakan kepulanganku yang kedua kalinya selama di perantauan. Tak jauh beda dengan sebelumnya, nenek dan adik laki-lakiku  tetap jadi sosok yang menyambut di depan pintu. Rumah sederhana dan kamar tidur mungil punya makna tersendiri buatku tiga tahun belakangan ini.Selepas mandi sebentar, Kubersihkan ranjang yang bedebu dan mulai memainkan gitar merahku.

Little Journey 2 : (Masih) Di Kediri



Jika belum membaca part 1. Silahkan baca di sini

Banyak hal Yang tertiggal di kota Kediri. Maksudku bukan barang bawaan yang tertinggal di kosan, atapun mantan yang ketinggalan di kampung orang. Bukan. Ialah kenangan dan esensi berada dua minggu di sana. Sebetulnya aku malas bercerita tentang ini. Olehnya itu cukuplah jika menuliskannya secara singkat saja.

Pertama. 

Salah satu hal yang menyenangkan bersama sahabat ialah berbagi. Bukan hanya sekadar berbagi makanan, minuman sebotol mulut bertiga, rokok sebatang estafet berlima, atupaun rasa suka pada lawan jenis.Tapi juga berbagi tempat tidur. Tentunya dengan sahabat yang  sesama cewek atau sesama cowok.

Karena harga kosan yang mahal. Kami berdelapan harus meminimalisir pengeluaran. Tiga kamar disewa dengan harga 450.000 rupiah per kamar. Sekamar diisi bertiga atapun berdua. Meski tak sesuai harapan, selang beberapa hari toh ketidaknyamanan itu mulai hilang. Kamar yang seharusnya untuk satu orang diisi bertiga tetap terasa nyaman jika bersama sahabat. Bosan tidak, seru ia.

Monday, 11 April 2016

Usia Baru



Pagi buta di 11 April 2016 dan aku masih terjaga semalaman. Karena manajemen waktu yang sedang berantakan, aku masih bergeliat dengan tugas kuliah dan beberapa proyek desain yang tak kunjung selesai. Pagi buta mungkin lebih tepat diksinya jika diganti dengan larut malam.

Jika dihitung dengan kalender masehi, tepat hari ini ini adalah hari dimana aku pertama kali bernafas di muka bumi. Pertama kali aku dinobatakan menjadi salah satu cucu Adam. Ya, hari pertama aku dilahirkan ke dunia lewat sebuah rahim  perempuan yang luar biasa,kurang lebih dua puluh tahun lalu. Tapi jika dengan kalender hijriah (kalender Arab) masih sekitar empat bulan lagi ke depan.

Aku sadar usia yang bertambah bukan berarti paham segalanya. Lebih tua bukan berarti harus jaga image di hadapan adik kelas. Besarnya digit umur tak bisa jadi jaminan kedewasaan bukan. Banyak yang lebih tua dari kita malah  masih bersikap kekanak-kanakan. Pembawaannya masih membuat orang di sekitar terusik. Aku berharap dapat lebih dewasa  dan bijak lagi dalam bertindak. Dan tentunya membuat orang di sekitar merasa nyaman.

Ya aku bersyukur Alhamdulillah masih diberi waktu dan kesempatan oleh-Nya untuk bertemu dengan hari ini. Hari yang seharusnya bahagia. Usia belasan telah berlalu beberapa jam yang lalu.

Saat SMA, saat masih akrab dengan rayuan gombal itu, banyak hal berkesan lewat hari seperti ini. Entah itu kejutan di sekolah, di tempat kursus atau di rumah.  Sahabat selalu menjadikan kita larut dengan suasana kala mereka memberimu bahagia tak terduga. Mendapatkan hadiah dari keluarga, kawan ataupun seseorang yang spesial. Juga kejahilan tak terhindarkan. Lewat tepung terigu, telur dan beberapa liter air. Permintaan traktir makan dan lalala yeyeyeye .. Budaya yang aneh dan asyik juga  sih, kalau itu bukan aku jadi subjeknya. Hahaha.

Buat teman teman yang sudah memberi selamat dan mendoakan hari ini semoga segalanya terkabul. Aamiin. Semoga segala yang baik-baik, mimpi-mimpi yang masih sebatas mimpi segera terwujud. Dan jadilah partner yang luar biasa. Karena bulan ini harus berhemat, aku traktir deh lewat doa-doa malam. Dan tentunya keluarga yang mengagumkan di sana, terima kasih atas harapan-harapannya. Semoga kita segera bertemu melepas gulana.

Bandung, 11 April 2016

Cangkir candu



Siang ini, langit Bojongsoang sedang hujan lebat. Itu hanya anggapanku saja, tapi bukan april mop, hehe. Aku malas menengok ke teras untuk membuktikan. Sebab dari kamar di lantai dua ini terdengar jelas geledek bersahut-sahutan di luar sana. Juga suara rintik hujan di atap merambah ke kamar ini. Tentu hujannya deras, menurutku. Sebab biasanya jika hujannya gerimis atau sedang saja, suaranya tidak akan terdengar sampai ke dalm ruangan kapal (pecah) ini. Masa ia tetangga sebelah sedang memutar soundtrack film bertema hujan dan petir? Kurang kerjaan. 

Kamar kosan saat ini tidak berbentuk kamar lagi, hanya dipakai untuk tidur. Selagi ada ruang untuk berbaring melepas penat maka itu sudah kamar menurutku. Biarlah yang lain berserakan asal ruang ngopi, menulis, baca, dan tidur masih tersedia. Pandangan yang miris bukan. Dan begitulah sampai hari ini.

Memang aura di tahun kedua membuatku sedikit bandel. Aturan banyak kulanggar, meski hanya ringan. Catatan kuliahku juga tak teratur lagi. “ Percuma datang-datang jauh-jauh dari Makassar, jauh-jauh dari Bulukumba kesini hanya untuk bermain robot saja”, ucap salah seorang teman,”sampai kuliah kau nomor tujuhkan sebab Pancasila masih menempati posisi satu sampai dengan lima”. Aku hanya tersenyum saat diserang kalimat itu.

Begitulah aku, saat ini sepertinya lebih memprioritaskan lab dari kegiatan UKM lainnya. Mungkin beberapa dari mereka ada yang beranggapan aku mulai melupakan, jarang untuk bergaul bersenda gurau dan nongkrong bersama, mulai sok sibuklah, sok pamerlah, atau apalah itu. 

Biar kuluruskan Kawan, aku sama sekali tak ada niat kesana, ini hanya masalah waktu dan pandangan saja. “Nobody is too busy, it’s just a matter of priorities,” bunyi tulisan bergambar di internet. Mungkin kita dapat saling mengerti. Tinggal kita yang bisa mengambil benang merah yang benar agar kesalahpahaman itu tak lagi merekah.

Aroma kopi instan tanpa ampas meminta perhatianku. Kuseruput saja kafein cair itu hingga seperempatnya. Ada kenikmatan tersendiri saat cangkir aluminium berisi cairan itu bertemu bibir. 

Sudah beberapa minggu ini aku tak pernah lepas dari minuman instan. Minuman bubuk yang kubeli di mini market dekat kosan. Saat bagun pagi  sarapan malas, maka hanya sereal yang kuteguk sebagai penunda lapar. Saat siang dan ngantuk datang kopi yang kuhantam, lalu malam saat masih ingin terjaga dengan tugas  kuliah dan tugas lab, tak jarang menggodaku untuk menambah satu gelas dosis unuk meminum candu itu.

Karena kopi adalah candu. Dan aku adalah salah satu penggemarnya. Pecandu minuman yang akan memicu konsentrasi dan penambah energy. Aku lupa sedari kapan memulai terjangkit olehnya. Sejak SMA kupikir. Sejak sering begadang di warkop  di akhir pekan atau sedang mempelajari sebuah lagu dengan gitar tua di kamar. Menurutku.

Aku ingat sekali saat masih di Mamuju sana. Beberapa kali Bapak ataupun Om ku meminta membuatkannya kopi tatkala Ibuku sedang tidak di rumah. Bukan kopi instan yang tinggal seduh, aduk dan nikmati. Tapi ini kopi yang dijual di pasar mingguan. Kopi original yang dibuat masih dengan cara konvensional . Yang kuingat dosisnya satu banding dua. Satu sendok makan kopi bubuk dan dua sendok makan gula pasir untuk gelas berukuran sedang. Aku merasa pembuat kopi yang handal ketika paman memujiku “Cal, kopi hitam buatanmu nomero uno.” Tentunya dalam bahsa Indonesia.” Kopi hitam buatanmu ini campuran pas, dan enak Nak!” ah entah itu pujian sesungguhnya atau selimut dari sebuah celaan sebab rasanya tak sesuai harapan. Aku anggap pujian saja.

Kopinya memang tak memiliki iklan. Mereknya pun beragam. Merk yang terkenal di tempatku ialah merk "BINTANG" seingatku. Saat ke pasar pun aku bisa menyaksikan secara langsung mesin penggilling kopi, dan aroma khasnya yang menyebar kemana-mana. Kalau diperlakukan seperti kopi instan yang kunikmati saat ini bisa terbayang pahitnya seperti apa. 

Kuseruput lagi Kopi di sampingku. Rupanya tersisa sedikit dan mulai dingin. Setelah kuhabiskan cangkir candu itu bersama biscuit yang tersisa bungkus. aku segera beranjak. Mungkin kita harus jalani hidup hidup sama seperti kopi. Kita tidak akan tahu dimana kenikmatannya saat tidak berani melalui beberapa rasa pahitnya.  Saat mulai terbiasa, menjadi pecandu dari rasa itu, Bukankah tidak akan terasa pahit jika tahu cara menikmatinya.

Dan cangkir candu tak harus berupa kopi. Cangkir candu bisa apa saja. Apa saja yang membuat anda senang menjalaninya. Wadah yang menjadi candu, membuat kita bangga dan nyaman lagi dan lagi. Entah itu hobby atau passion. Selagi kita ikhlas dan bersungguh-sungguh menjalani inshAllah hasilnya takkan jauh berpaling, seberapapun pahitnya itu.

Tuesday, 15 March 2016

Bersuara


Siang yang cerah,  baru saja melepas penat  Kuis mata kuliah Elektronika 1 yang erat sekali dengan Rangkaian Listrik. Di sudut lab rebahkan badan sambil bersandar. Ah kuis tadi sebenarnya aku bisa menjawab degan benar tapi hanya hal sepeleh hasilnya pasti tak maksimal, tapi optimis sajalah. Pikirku meyakinkan hati akan lebih baik lagi di ujian yang akan datang.

Semakin santai, badan semakin merendah, rebah di atas kasur tua milik lab ini. Kasurnya sudah usang dengan warna di beberapa bagian mencoklat dan berlubang. Mungkin saja tak pernah di jemur tapi inilah tempat tidur terbaik di lab.

Ikhlaskah?



Banyak sekali ragam ikhlas yang dapat kita temukan dalam hidup. Berlapang dada, ikhlas yang menabahkan hati atau pun yang menyesakkan. Orang bijak mengatakan ikhlas terkadang menyakitkan tapi ada hal indah yang segera menyusul.

Lalu pertanyaannya sanggupkah kita berprilaku ikhlas dengan seikhlas-ikhlasnya?
Sebut saja dalam  mengerjakan ujian. Mungkin sekali lagi di momen yang sama aku lalai dalam kata dan laku. Banyak kata tak pantas kukeluarkan yang mungkin dapat menyinggung mahaguru jika mendengarnya. Atau Prilaku yang sebanarnya salah dan sama. 

Memang setiap waktu pasti berusaha mengikuti perkataan orang bijak tuk ikhlas dalam bertindak. Mengerjakan ujian kemudian ikhlas pada hasil, belajar dengan ikhlas semata-mata karena ingin mendapatkan ridho-Nya. Kemudian  apakah kita sudah sampai di titik itu atau hanya karena duniawi. Hanya semata-mata.

Yah begitulah. Kalau tidak antisipasi toh kesalahan yang sama dapat menyerang kapan saja. Di ujian yang baru selesai hari ini. Karena terlalu santai, tak mengikuti tips yang aku tulis dan garis bawahi sendiri pada note di kamar, malah membuat tuk ikhlas lebih dalam. Yah berusaha ikhlas mungkin yang terbaik. Aku tidak mendewakan IPK namun IPK yang buruk tidak kuharapkan. Yang kuyakini pasti “Jangan pernah menilai seseorang dari pencapaian akademiknya saja” begitulah salah satu kutipan karakter Onizuka di film Great Teacher Onizuka. 

Singgung tentang ujian. Ujian Tengah Semester baru saja berakhir. Menyisakan lima hari jeda buatku sebelum kembali ke rutinitas. Bangun pagi, tanpa sarapan, dan mandi jika sempat. Di sini orang menyebutnya dengan kuliah. Saat ujian telah kepikiran apa saja yang akan kulakukan di  sekitar 120 jam waktu kosong tersebut. Tentunya dengan sesuatu yang produktif. Menyelesaikan proyek UAV di lab, mulai menulis lagi, cari event yang bermanfaat, menyelesaikan desain, refreshing, mungkin banyak lagi yang tak dapat kusebut satu persatu. Namun lagi-lagi pencapaian delapan puluh persen saja tak sampai.

Suasana kampus sedang hangat-hangatnya kasus penggusuran pedagang kaki lima di sepanjang jalan sukabirus (dekat kampus). Toko kelontong, foto copy, dan warung warung makan yang mendominasi dan telah menjadi langganan mahasiswa akan di bongkar. Akan lenyap dan bagi mahasiswa tentunya akan kekurangan tempat makan murah.  Sebab warung-warung tersebut cukup pas di kantong mahasiswa.

 Aku tak tahu sebab pastinya penggusuran tersebut. Berita yang kudengar katanya banyak bangunan yang illegal, mereka mendiriknnya tanpa surat izin hanya membayar ke preman-preman daerah sini. Entahalah. Suara mahasiswa pun tak turut diam. Gerakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) setahuku telah ikut membela masyarakat mendiskusikan jalan terbaik dengan pihak kampus. Dengan kenyataan yang ada di lapangan mungkin bisa diteabk hasilnya tak berajalan mulus. Mungkin.

Pro dan kontra memang. Disatu sisi kita melihat lingkungan kampus tidak terkesan kumuh lagi dengan di bongkarnya banyak warung-warung pinggiran yang jarang di urus, lingkungan sekitar kampus mulai tertata kembali dan macet mungkin berkurang. Tapi di sisi lain, pihak dari pedagang yang usahanya tergusur tentu akan rugi, apalagi yang baru berumur beberapa minggu. Beberapa tempat-tempat makan andalan mereka akan hilang sampai waktu yang tidak ditentukan.

Kata teman “ pastinya warung-warung lain yang tak tergusur akan tertawa diam sebab kehilangan banyak pesaing”. Ya bisa saja benar. Tapi bisa saja beberapa bulan ke depan mereka akan muncul kembali dengan sesuatu yang berbeda dan membuat pesaingnya tan bertahan tenggelam. Bisa saja.

Rumor yang beredar juga menghimbu kami para mahsiswa untuk menjaga diri dengan baik. Terutama yang nge-kost dekat gang dan sering pulang malam. Di takutkan beberapa pihak yang dirugikan akan melalukan tindak criminal sebab penggusuran tersebut. Yah, sepertinya kami harus berpikir jernih.

Aku yang  kerap pulang ke kosan larut malam pun menyadari hal itu. Memang benar, suasana malam tak lagi seramai biasanya. Dikarenakan toko-toko yang buka dua puluh empat jam tinggal sedikit. Wajar kalau banyak yang berpikiran dan merasa was-was dengan kemungkinan terburuk tersebut.

Namun bagaimana pun, sudah seyogyanya mereka yang dirugikan untuk ikhlas dengan penggusuran tersebut. Aku bukannya sok tahu, atau sok sok lainnnya. Namun kita sama – sama menyadari scenario-Nya tak dapat diprediksi, dan biasanya jauh lebuh indah dari yang direncanakan. Sama seperti UTS baru-baru ini, aku tahu banyak keragaun dalam lembar jawabanku tapi aku ikhlaskan itu kepada yang maha Tahu. Kalaupun hasilnya tak sesuai harapan, toh setidaknya itu perjuanganku dengan rasa ikhlas. Tak mudah tapi sangat mungkin belajar ikhlas menerima. Let’s do it.

Bandung, 12 Maret 2016