Jika belum membaca part 1.
Silahkan baca di sini
Banyak hal Yang tertiggal di kota
Kediri. Maksudku bukan barang bawaan yang tertinggal di kosan, atapun mantan
yang ketinggalan di kampung orang. Bukan. Ialah kenangan dan esensi berada dua
minggu di sana. Sebetulnya aku malas bercerita tentang ini. Olehnya itu cukuplah
jika menuliskannya secara singkat saja.
Pertama.
Salah satu hal yang menyenangkan
bersama sahabat ialah berbagi. Bukan hanya sekadar berbagi makanan, minuman
sebotol mulut bertiga, rokok sebatang estafet berlima, atupaun rasa suka pada
lawan jenis.Tapi juga berbagi tempat tidur. Tentunya dengan sahabat yang sesama cewek atau sesama cowok.
Karena harga kosan yang mahal.
Kami berdelapan harus meminimalisir pengeluaran. Tiga kamar disewa dengan harga
450.000 rupiah per kamar. Sekamar diisi bertiga atapun berdua. Meski tak sesuai
harapan, selang beberapa hari toh ketidaknyamanan itu mulai hilang. Kamar yang
seharusnya untuk satu orang diisi bertiga tetap terasa nyaman jika bersama
sahabat. Bosan tidak, seru ia.
Kedua.
Aku mengambil tiga kelas bahasa
inggris. Pagi pukul 08.30 kelas PRONOUNCIATION, 10.00 kelas VOCABULARY 2, dan
kelas terakhir (SPEAK UP 2) barulah dimulai pukul 12.30 siang. Sebetulnya niat
awalku ialah ingin mengambil kelas TOEFL. Namun waktu dua minggu, kurasa cukup.
Aku takut hasilnya tidak maksimal.
Banyak relasi yang terjadi.
Sampai benih-benih cinta yang tumbuh juga mungkin ada di antara kami. Mulai
dari teman sekelas yang kocak, aneh, sampai tutor yang lucu dan menginspirasi.
Lebih banyak senangnya.
Sebut saja Mr. Katria di kelas
pronounciation . Pria asal Jakarta yang biasa disapa Bangkat ini sudah
berpengalaman lebih dari lima tahun mengajar. Tak heran jika kemampuannya
sangat mumpuni. Beliau dapat mencairkan suasana kelas dengan sangat baik.
Belajar jadi menyenangkan pokoknya saya salut dengan tutor yang satu ini.
sampai ia membuat julukan buat kami KFC. Katria Fried Chiken. Eh, maksudnya
Katria Fans Club.
Ada juga Brother Arul. Tutor kelas
Speak Up 2 ini masih terbilang muda. Pemuda bernama lengkap Akhmad Khaerul ini
juga sangat menginspirasi. Kisah hidupnya penuh perjuangan. Semua terpancar
diwajahnya, juga cerita yang langsung dari beliau. Sungguh inspiratif. Jika
penasaran coba saja di cari di google
kisah anak jambu, aku dan ibuku.
Dua minggu saat kelas hampir
berakhir kemampuan bahasa inggrisku terasa memang ada peningkatan. Semoga saja
ilmunya berkah dan bermanfaaat. Dan hari terakhir pulalah di kelas speak up 2
ada sesi saling berbagi pesan dan kesan kepada seluruh teman di kelas termasuk
tutornya sendiri. Dan mungkin sebuah peringatan tentang pribadiku yang buruk.
Tanpa sadar, kata mereka kebanyakan (katanya) aku orang yang judes, sombong,
jarang tersenyum, terkesan tidak ramah.
Haha,,memang mungkin anda benar
sebab kita belum begitu akrab. Tapi di sisi lain anda salah. Jujur saja
kutekankan aku bukannya sombong, sebab memang sombong beda tipis dengan pemalu. Aku suka tersenyum pada teman
bahkan orang yang baru kukenal, mungkin saat itu lagi tidak mood. Bahkan jika
di kosan tak jarang kawanku tertawa terpingkal karena kalimatku yang mengandung
kelakar. Aku mungkin memang banyak diam tapi mau bagaimana lagi itulah aku apa
adanya. Eh malah curhat…:D
Dan terakhir.
Banyak tempat wisata yang kami
kunjungi selama di Kediri. Memang akhir pekan harus dimaksimalkan bagi kami.
Minggu pertama, taman wisata Gunung Bromo menjadi tujuan kami. Kebetulan ada
juga sahabat dari kota bantaeng dan anak-anak jurusan dari fakultas sebelah lainnya.
Dengan manggunakan mobil travell kami berenam belas berangkat pukul sepuluh
malam. Setelah tiba di kawasan taman nasioanal, kami berganti mobil jeep dan
terbagi dua kubu. Suhu yang dingin sangat sulit terbendung saat mendaki menuju
lokasi melihat sunrise. Jam emapt pagi kurang lima menit, rombongan telah
berkumpuk kembali. Lokasinya sudah sangat ramai.
Setalah metahari mulai meninggi
kami turun dan menuju kawasan bromo yang sering muncul pada stasiun tv, ataupun
foto-foto keren di internet. Pemandangan disana memang eksotis. Pemandangan
sunrise dari puncak membuat takjub, hamparan pegunungan, pasir hitam, savanah
dan kawah dengan belerang menyengat. Senang bisa kesini. Suatu saat mungkin kau
ingin tahu cerita mistis apa dari tempat ini.
Kemudian bagaimana dengan gunung
milik Kediri? Ya, mumpung teman kelasku ada orang Kediri. Kusempatkan
mengunjungi Gunung Kelud yang berada di
Kabupaten Kediri. Lokasinya tak terlalu jauh dan tak begitu dingin. Jalannya
pun lancar tanpa hambatan.
Gunung yang menjadi ikon kota
Kediri ini pernah meletus beberapa kali. Wajar saja jika setelah tiba disana,
banyak jalan yang mulai retak. Bentuk gununnya sudha tidak seperti yang
terlihat di poster-poster. Dulunya kendaraan bisa sampai ke puncak sekarang
tidak lagi. Jalannya sudah tak layak dilalaui dengan kendaraan. Dengan sedikit
berjalan mendaki, aku dan ketiga rekanku menuju batas jalan dimana telah
tertutup material dari letusan sebelumnya. Adrenalin untuk berpetualang
meningkat. Kurasa.
Setelah tiba di kosan selepas
shalat magrib, ternyata perjalanan belum selesai. Rupanya salah seorang teman
dari temanku mengajak kami berkunjung ke kota malang. Dia kuliah di Universitas
Brawijaya Malang. Katanya dia ingin mengajak kami ke bukit paralayang
menyaksikan sunrise. Kalau ikut, berarti Ini kali kedua buatku.
Jarak dari Kediri-malang hanya
tiga jam perjalanan sepeda motor. Setelah membulatkan tekat untuk ikut,
setengah sebelas malam kami berangkat.
***
Sebelum subuh, alaram telpon
genggam membuatku dan beberapa orang terbangun. Kukumpulkan jiwa sebentar.
Dingin pelataran masjid kota Batu serasa menusuk. Jam di ponselku menunjuk
pukul tiga pagi lewat tiga puluh menit. Bangunkan yang lain untuk segera
bersiap, kami akan berangkat ke bukit Paralayang.
Pelataran masjid jadi saksi bisu
kami yang baru saja bangun dari tidur. Bagaimana tidak, semalam kami
tiba-tepatnya di alun-alun kota Batu- sudah hampir pukul dua. Suasana senyap,
menyisahkan pedagang gorengan, beberapa toko kelontong, dan ya, nyanyian hewan
malam.
Untung saja penjaga masjid masih
berbaik hati. Membukakan kami gerbang masjid, membiarkan para anak-anak
–pengembara malam- masuk sekadar mencari tempat hangat untuk beristirahat. Apalagi
aku yang seharusnya istirahat setelah melancong seharian. Penat. Itulah mengapa
saat di motor tadi aku di bonceng cukup mesra, peluk erat si Mumtaz teman
sekamarku, karena takut terjatuh sebab kemungkinan terdidur di kendaraan sangat
besar.
Bukit Paralayang kami jejaki.
Setelah menunaikan subuh dengan air yang membekukan gigi. Kami berkumpul
menyaksiakn kerlap-kerlip kota batu dari bukit. Mentari sebentar lagi terbit.
Selepas itu kami Ke kota malang.
Tepatnya ke Universitas Brajiaya, Malang. Karena teman kami yang kuliah disana
hanya tinggal di sebuah kosan. Tak muat kan jika harus bertumpuk di sana. Mata-mata
yang kurang tidur ini akhirnya diistirahatkan sejenak di masjid kampus UB.
Siang hari selepas dzuhur, terik
matahari cukup menyengat. Kami bertolak dari Malang kembali ke “kota tahu”
Kediri. Menikmati jalur perjalanan pulang harunya menyenangkan. Pikirku.
Semoga refreshingnya cukup. Semoga traveling kali ini akan menumbuhkan
semangat baru untuk menjelaskan mengapa cita-cita yang kami punya itu ada. Semangat!
Semangat seperti minggu kemarin
mengayuh sepeda dari Kawasan Pare ke Simpang Lima Gumul (45 KM pulang-pergi),
sampai banyak rekan tak percaya. :D. dan semangat sebab minggu depan aku sudah
pulang, menuju kampung halaman.
Rumah, Juli 2015
Foto saat di simpang lima
Kota Batu dari bukit Paralayang
Gunung Bromo
Savanah (masih kawasan Bromo)
Rumah, Juli 2015
Foto saat di simpang lima
Kota Batu dari bukit Paralayang
Gunung Bromo
Savanah (masih kawasan Bromo)
No comments:
Post a Comment