Friday, 6 May 2016

Little Journey 2 : (Masih) Di Kediri



Jika belum membaca part 1. Silahkan baca di sini

Banyak hal Yang tertiggal di kota Kediri. Maksudku bukan barang bawaan yang tertinggal di kosan, atapun mantan yang ketinggalan di kampung orang. Bukan. Ialah kenangan dan esensi berada dua minggu di sana. Sebetulnya aku malas bercerita tentang ini. Olehnya itu cukuplah jika menuliskannya secara singkat saja.

Pertama. 

Salah satu hal yang menyenangkan bersama sahabat ialah berbagi. Bukan hanya sekadar berbagi makanan, minuman sebotol mulut bertiga, rokok sebatang estafet berlima, atupaun rasa suka pada lawan jenis.Tapi juga berbagi tempat tidur. Tentunya dengan sahabat yang  sesama cewek atau sesama cowok.

Karena harga kosan yang mahal. Kami berdelapan harus meminimalisir pengeluaran. Tiga kamar disewa dengan harga 450.000 rupiah per kamar. Sekamar diisi bertiga atapun berdua. Meski tak sesuai harapan, selang beberapa hari toh ketidaknyamanan itu mulai hilang. Kamar yang seharusnya untuk satu orang diisi bertiga tetap terasa nyaman jika bersama sahabat. Bosan tidak, seru ia.
Kedua.

Aku mengambil tiga kelas bahasa inggris. Pagi pukul 08.30 kelas PRONOUNCIATION, 10.00 kelas VOCABULARY 2, dan kelas terakhir (SPEAK UP 2) barulah dimulai pukul 12.30 siang. Sebetulnya niat awalku ialah ingin mengambil kelas TOEFL. Namun waktu dua minggu, kurasa cukup. Aku takut hasilnya tidak maksimal. 

Banyak relasi yang terjadi. Sampai benih-benih cinta yang tumbuh juga mungkin ada di antara kami. Mulai dari teman sekelas yang kocak, aneh, sampai tutor yang lucu dan menginspirasi. Lebih banyak senangnya.

Sebut saja Mr. Katria di kelas pronounciation . Pria asal Jakarta yang biasa disapa Bangkat ini sudah berpengalaman lebih dari lima tahun mengajar. Tak heran jika kemampuannya sangat mumpuni. Beliau dapat mencairkan suasana kelas dengan sangat baik. Belajar jadi menyenangkan pokoknya saya salut dengan tutor yang satu ini. sampai ia membuat julukan buat kami KFC. Katria Fried Chiken. Eh, maksudnya Katria Fans Club.

Ada juga Brother Arul. Tutor kelas Speak Up 2 ini masih terbilang muda. Pemuda bernama lengkap Akhmad Khaerul ini juga sangat menginspirasi. Kisah hidupnya penuh perjuangan. Semua terpancar diwajahnya, juga cerita yang langsung dari beliau. Sungguh inspiratif. Jika penasaran coba saja di cari di google kisah anak jambu, aku dan ibuku.

Dua minggu saat kelas hampir berakhir kemampuan bahasa inggrisku terasa memang ada peningkatan. Semoga saja ilmunya berkah dan bermanfaaat. Dan hari terakhir pulalah di kelas speak up 2 ada sesi saling berbagi pesan dan kesan kepada seluruh teman di kelas termasuk tutornya sendiri. Dan mungkin sebuah peringatan tentang pribadiku yang buruk. Tanpa sadar, kata mereka kebanyakan (katanya) aku orang yang judes, sombong, jarang tersenyum, terkesan tidak ramah.

Haha,,memang mungkin anda benar sebab kita belum begitu akrab. Tapi di sisi lain anda salah. Jujur saja kutekankan aku bukannya sombong, sebab memang sombong beda tipis dengan pemalu. Aku suka tersenyum pada teman bahkan orang yang baru kukenal, mungkin saat itu lagi tidak mood. Bahkan jika di kosan tak jarang kawanku tertawa terpingkal karena kalimatku yang mengandung kelakar. Aku mungkin memang banyak diam tapi mau bagaimana lagi itulah aku apa adanya. Eh malah curhat…:D

Dan terakhir.

Banyak tempat wisata yang kami kunjungi selama di Kediri. Memang akhir pekan harus dimaksimalkan bagi kami. Minggu pertama, taman wisata Gunung Bromo menjadi tujuan kami. Kebetulan ada juga sahabat dari kota bantaeng dan anak-anak jurusan dari fakultas sebelah lainnya. Dengan manggunakan mobil travell kami berenam belas berangkat pukul sepuluh malam. Setelah tiba di kawasan taman nasioanal, kami berganti mobil jeep dan terbagi dua kubu. Suhu yang dingin sangat sulit terbendung saat mendaki menuju lokasi melihat sunrise. Jam emapt pagi kurang lima menit, rombongan telah berkumpuk kembali. Lokasinya sudah sangat ramai.

Setalah metahari mulai meninggi kami turun dan menuju kawasan bromo yang sering muncul pada stasiun tv, ataupun foto-foto keren di internet. Pemandangan disana memang eksotis. Pemandangan sunrise dari puncak membuat takjub, hamparan pegunungan, pasir hitam, savanah dan kawah dengan belerang menyengat. Senang bisa kesini. Suatu saat mungkin kau ingin tahu cerita mistis apa dari tempat ini.

Kemudian bagaimana dengan gunung milik Kediri? Ya, mumpung teman kelasku ada orang Kediri. Kusempatkan mengunjungi Gunung Kelud yang  berada di Kabupaten Kediri. Lokasinya tak terlalu jauh dan tak begitu dingin. Jalannya pun lancar tanpa hambatan.

Gunung yang menjadi ikon kota Kediri ini pernah meletus beberapa kali. Wajar saja jika setelah tiba disana, banyak jalan yang mulai retak. Bentuk gununnya sudha tidak seperti yang terlihat di poster-poster. Dulunya kendaraan bisa sampai ke puncak sekarang tidak lagi. Jalannya sudah tak layak dilalaui dengan kendaraan. Dengan sedikit berjalan mendaki, aku dan ketiga rekanku menuju batas jalan dimana telah tertutup material dari letusan sebelumnya. Adrenalin untuk berpetualang meningkat. Kurasa.

Setelah tiba di kosan selepas shalat magrib, ternyata perjalanan belum selesai. Rupanya salah seorang teman dari temanku mengajak kami berkunjung ke kota malang. Dia kuliah di Universitas Brawijaya Malang. Katanya dia ingin mengajak kami ke bukit paralayang menyaksikan sunrise. Kalau ikut, berarti Ini kali kedua buatku. 

Jarak dari Kediri-malang hanya tiga jam perjalanan sepeda motor. Setelah membulatkan tekat untuk ikut, setengah sebelas malam kami berangkat.

***

Sebelum subuh, alaram telpon genggam membuatku dan beberapa orang terbangun. Kukumpulkan jiwa sebentar. Dingin pelataran masjid kota Batu serasa menusuk. Jam di ponselku menunjuk pukul tiga pagi lewat tiga puluh menit. Bangunkan yang lain untuk segera bersiap, kami akan berangkat ke bukit Paralayang.

Pelataran masjid jadi saksi bisu kami yang baru saja bangun dari tidur. Bagaimana tidak, semalam kami tiba-tepatnya di alun-alun kota Batu- sudah hampir pukul dua. Suasana senyap, menyisahkan pedagang gorengan, beberapa toko kelontong, dan ya, nyanyian hewan malam.

Untung saja penjaga masjid masih berbaik hati. Membukakan kami gerbang masjid, membiarkan para anak-anak –pengembara malam- masuk sekadar mencari tempat hangat untuk beristirahat. Apalagi aku yang seharusnya istirahat setelah melancong seharian. Penat. Itulah mengapa saat di motor tadi aku di bonceng cukup mesra, peluk erat si Mumtaz teman sekamarku, karena takut terjatuh sebab kemungkinan terdidur di kendaraan sangat besar.

Bukit Paralayang kami jejaki. Setelah menunaikan subuh dengan air yang membekukan gigi. Kami berkumpul menyaksiakn kerlap-kerlip kota batu dari bukit. Mentari sebentar lagi terbit.

Selepas itu kami Ke kota malang. Tepatnya ke Universitas Brajiaya, Malang. Karena teman kami yang kuliah disana hanya tinggal di sebuah kosan. Tak muat kan jika harus bertumpuk di sana. Mata-mata yang kurang tidur ini akhirnya diistirahatkan sejenak di masjid kampus UB.
Siang hari selepas dzuhur, terik matahari cukup menyengat. Kami bertolak dari Malang kembali ke “kota tahu” Kediri. Menikmati jalur perjalanan pulang harunya menyenangkan. Pikirku.

Semoga refreshingnya cukup.  Semoga traveling kali ini akan menumbuhkan semangat baru untuk menjelaskan mengapa cita-cita yang kami punya itu ada.  Semangat!

Semangat seperti minggu kemarin mengayuh sepeda dari Kawasan Pare ke Simpang Lima Gumul (45 KM pulang-pergi), sampai banyak rekan tak percaya. :D. dan semangat sebab minggu depan aku sudah pulang, menuju kampung halaman.

Rumah, Juli 2015

Foto saat di simpang lima

Kota Batu dari bukit Paralayang

Gunung Bromo

Savanah (masih kawasan Bromo)

No comments:

Post a Comment