Friday, 6 May 2016

Little Journey 3 : Pulang



Jika belum membaca episode sebelumnya silahkan klik Part 1 dan Part 2

Jumat malam selepas isya aku tiba di rumah. Bukan rumah mertua, tepatnya ini rumah kecilku di kampung halaman. Empat jam perjalanan darat dari kota Makassar – Bulukumba menjadi santapan wajib buat bokongku di atas mobil. Ini merupakan kepulanganku yang kedua kalinya selama di perantauan. Tak jauh beda dengan sebelumnya, nenek dan adik laki-lakiku  tetap jadi sosok yang menyambut di depan pintu. Rumah sederhana dan kamar tidur mungil punya makna tersendiri buatku tiga tahun belakangan ini.Selepas mandi sebentar, Kubersihkan ranjang yang bedebu dan mulai memainkan gitar merahku.
Setibaku di Makassar memang kusempatkan menginap dua malam hanya karena ingin bertemu beberapa kerabatku. Mulai dari teman SD, SMP, SMA, ataupun sepupuku yang labil dimana kumulai mengenalnya saat akan mengenakan seragam putih abu-abu. Namun sangat disayangkan, sepertinya mereka banyak yang sibuk, juga beberapa dengan alasan yang tak bisa kupungkiri. Mungkin di lain kesempatan kita bertemu dalam suasana yang lebih menyenangakan Kawan. Pikirku. 

Hari pertamaku di tanah kelahiran terasa ada yang mengganjal. Ya, ini tentang diriku. Aku merasa tak banyak yang berubah denganku. Kalaupun ada pribadiku yang berubah masih belum begitu signifikan. Hampir setahun di bangku kuliah sepertinya aku belum jadi apa yang kuimpikan. Sesak memang jika mimpi-mimpi masih sebatas tulisan sementara rekanmu mulai bermain corat-coret mimpinya, tinta tebal bahkan. 

Jujur saja perasaan menyesal dan rasa bersalah terhadap diriku di masa lalu terkadang mengganggu semangatku beraktivitas. Namun semua tentang itu tidak ada gunanya dipersoalkan. Aku percaya ada pintu terang yang menanti untuk dibuka. Ya Allah hilangkanlah segenap resah, gelisah, dan kebimbangan dalam hati hamba-Mu ini. Berikanlah jalan terbaik-Mu.

Hari kedua. Aku dan beberapa kawan SMA-ku  berangkat menuju kawasan pantai Bira untuk mengisi akhir pekan sekalian edisi sebelum bulan Ramadhan. Kami bersafari hanya berempat, sebab masih banyak kawan lainnya yang belum pulang dari kota Makassar terutama para gadis. Dengan dua buah sepeda motor kami berangkat sekitar jam satu siang.

Pantai Bira mungkin terkesan sudah mainstream, maka Pantai Bara menjadi tujuan. Ini pertama kalinya aku ke pantai Bara. Lokasinya tak jauh dari Bira. Keduanya masih satu garis pantai. Dua puluh menit menggunakan sepeda motor melewati jalan beraspal kemudian setengah jalan akan menemui jalan dengan kerikil agak tajam. Memarkir kendaraan dekat villa yang belum selesai dibangun, sedikit berjalan kaki menurun, hamparan pasir putih dan birunya laut terlihat sudah.

Pantai Bara memang masih terasa alami. Tak seramai Bira, disini masih terbilang sunyi. Cakrawala senja mulai tampak dari balik bukit. Perasaan hati mulai tenang seakan ikut menari dibawa ombak saat surut. Kelembutan pasir pantai juga menambah ketenangan sore itu. Sejuk serta damai. Yah, aku setuju bila hiruk pikuk kota masih menyisakan peluh, menyepi ke pantai mungkin salah satu pilihan terbaik.

Tak banyak dialog yang kami utarakan. Hanya senda gurau, basa-basi semata. Menyusuri pantai, mengambil gambar sana dan sini. Hari ini mungkin sedikit ketenangan bersama sahabat serasa memudarkan persasaan galau itu. 

Segenap syukur kepada Sang Pencipta masih bisa  ke tempat ini. 

Tempatku lahir, 

Tempatku pulang,

Dan tempatku sandarkan kegelisahan yang masih membebani. 

Sahabat memang sosok yang mampu menyelamatkan kita dari NERAKA yang bernama KESEPIAN. Bersama angin darat yang mulai berhembus, semoga semilirnya membawa segenap penyesalan menjauh. Semoga!

Rumah, Juni 2015.


Senja di Pantai Bira

Siluet, di Pantai Bara



(kiri ke kanan) : Alvin - Yayat - Penulis - Adri

No comments:

Post a Comment