“Aku ingin
menjadi astronot. Aku ingin terbang ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memeiliki
meidal kemampuan. Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang pilot. Namun,
sesuatu terjadilah”, urai Frank Slazak seorang warga negara Amerika Serikat,
memulai kisahnya sebagaimana dikutip oleh Muhammaf Rahardian dalam sebuah
artikelnya.
Suatu hari Gedung Putih mengumumkan bahwa Pemerintah AS mencari warga negara biasa untuk ikut dalam penerbangan pesawat ulang-alik Challenger. Syarat dari seorang warga negara itu adalah seorang guru yang secara mental, kesehatan dan beberapa persyaratan lainnya dapat dipenuhi. Bisa jadi saat itu negara sedang niat memberikan penghargaan khusus bagi profesi guru.
Frank kebetulan adalah warga negara biasa, dan juga seoarang
guru.”Aha! Inilah satnya saya akan mencapai cita-cita saya”, Frank melompat
gembira. Hari itu juga Frank mengirmkan surat lamaran ke Washington. Setiap
hari ia berlari ke kotak pos, sampai akhirnya datanglah amplop resmi berlogo
NASA. Frank lolos penyisihan pertama.
Selama beberapa minggu berikutnya, perwujudan impiannya
semakin dekat saat NASA mengadakan tes fisik dan mental. Begitu test selesai,
Frank menunggu dan beredoa lagi. Ia tahu bahwa dirirnya semakin dekat dengan
impiannya. Beberapa waktu kemudian, Frank menerima panggilan untuk mengikuti
program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center.
Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan Frank
kemudian menjadi bagian dari 100 orang yang terkumpul untuk pernilaian akhir.
Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, dan percobaan mabuk
udara. Siapakah yang bisa melewati ujian akhir ini?
“Tuhan, biarlah aku yang terpilih”, begitu Frank berdoa
tiada henti. Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. NASA memilih orang
lain yaitu Christina McAufliffe. Frank kalah. Impian hidupnya hancur. Ia
mengalami depresi. Rasa percaya dirinya lenyap, dan amarah mengganikan
kebahagiaanya. Ia mempertanyakan semuanya. “Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku?”
Tanya Frank meratapi kegagalannya itu.
Frank memepertanyakan nasib buruknya kepada ayahnya. “Nak,
semua peristiwa terjadi karena suatu alasan.Demikian pula peristiwa yagn kau
anggap suatu kegagalan”, ujar ayahnya singkat. Frank belum bisa memahami apa
yang disampaikan ayahnya.
Selasa, 28 Januari 1986, Frank berkumpul bersama teman-teman
untuk melihat peluncuran Challenger. “Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja
agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa bukan aku?” kini ia masih protes lagi
terhadap keputusan Tuhan
Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawa semua
pertanyaanya dan menghapus semua keraguannya. Pesawat ulang-alik Challenger
meledak, dan menewaskan semua penumpang.
Seketika itu ia ingat kata-kata ayahnya: “Semua terjadi
karena suatu alasan”. Ia tidak terpilih dalam penerbangan itu walaupun ia
sangat menginginkannya karena Tuhan memiiki alasan lain untuk kehadirannya di
bumi ini. Ia memiliki misi lain dalam hidup. “Aku tidak kalah; aku seorang
pemenang”, katanya bersyukur sambil berlinang air mata.Frank Slazak, bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doanya
dikabulkan. Ia menang karena telah “kalah”.
Kisah Frank Slazak tenulah pernah kita alami dalam bentuk
lain. Kita kadang jengkel dengan kegagalan yang menurut kita tidak semestinya
kita alami, dan pada saat lain kita bersyukur bahwa Tuhan telah memberi jalan
yang lebih baik. Beberapa kali di berita televisi kita melihat seseorang
diwawancarai, “Untung saya tidak kebagian tiket pesawat. Kalau kebagian tiket,
saya ikut dalam kecelakaan pesawat itu.
“Untung saya terlambat sampai di Bandara, kalau tidak saya
ikut dalam kecelakaan pesawat itu”, kata yang lain dalam kejadian serupa.
“Saya ingin menjadi pegawai Pemda, tapi gagal. Akhirnya jadi
artis. Bayangkan kalau saya jadi Pemda...hehehe” kata Dedy Miswar, artis senior
kita, mensyukuri “kegagalan”nya.
“Saya mau jadi tentara, tapi tidak diterima. Alhamdulillah,
sekarang saya bisa berteman dengan jenderal”, kata AA Gym (Abdullah Gymnastiar)
dalam salah satu ceramahnya.
Kita disarankan untuk punya cita-cita, agar energi kita cukup
efisien dalam mengelola perjalanan hidup kita. Sedagkan keputusan tentang
pencapaiannya, Tuhanlah yang punya otoritas. Ya, semua terjadi karena suatu
alasan. Terkadang logika kita tidak sampai pada alasan yang tersimpan di balik
keputusan Tuhan. Maka biarlah diri kita menyerahkan semua keputusan itu pada
Yang Maha Bijak, setelah kita berdoa dan berusaha seoptimal kita.
Kata M. Rahardian, Tuhan mengabulkan doa kita dengan tiga
cara. Pertama, apabila Tuhan mengatakan “ya”, maka kita akan mendapatkan apa yang
kita minta. Kedua, apabila Tuhan mengatakan “Tidak”, mungkin kita akan
mendapatkan yang lain yang lebih sesuai untuk kita. Ketiga, apabila Tuhan
mengatakan “tunggu”, mungkin kita akan mendapatkan yang terbaik sesuai dengan
waktu dan kehendakNya.
Dikutip dari sumber: Suharno Bambang.2011.Kumpulan Artikel Motivasi Jangan Pulang Sebelum Menang Kiat Sukses Kehidupan dan Kepemimpinan. Jakarta. Gita Pustaka.

No comments:
Post a Comment