Thursday, 20 November 2014

Jangan Pulang Sebelum Menang

Alkisah, Julius Caesar. Sang panglima perang kerajaan Romawi yang legendaris, mendapat tugas untuk merebut dan menduduki kerajaan Inggris, Kerajaan Britania Raya, dalam program ekspansi ke benua Eropa dan Afika. Pada saat itu kerajaan Inggris sangat kuat dan disegani.
Semboyannya sangat terkenal; British Rule of Wafes. Orang Inggris memerintah ombak, mengusai lauatan.

Julius Caesar membawa ribuan pasukaan menyebrangi lautan dengan membawa ratusan kapal perang. Sebagai ahli strategi yang handal, sebelum berangkat Julius Caesar mengirimkan sekelompok mata-mata untuk mengumpulkan informasi mengenai musuhnya. Laporang hasil pengintaian menunjukkan, jumlah prajurit Inggris jauh lebih banyak dari parajurit Romawi, persenjataan mereka jauh lebih lengkap dan modern,kondisi fisik mereka jauh lebih segar dibanding prajurit Romawi yang sudah berminggu-minggu berada di atas lautan, dan sudah pasti pasukan Inggris lebih mengenal medan perang dibanding prajurit Romawi.

Tak ada satu faktor yang bisa mendorong Julius Caesar untuk terus maju. Namun bukan Julius Caesar namanya kalau menyerah begitu saja. Semboyannya adalah vini, vidi,vici. Saya datang, saya berjuang saya menang. Julius Caesar mengambil keputusan yang mengguncang dunia. Dia tidak memerintahkan pasukan untuk mundur, tapi justru memerintahkan perwira-perwiranya untuk membakar semua kapal perang tanpa menyisakan satu sekoci pun. Setelah itu ia kobarkan semangat juang prajuritnya yang memang terkenal gagah berani.

Dengan menciptakan situasi seperti itu, dalam benak setiap prajurit sudah terbangun tekad memebaja untuk berjuang habis-habisan. Karena hanya itulah satu-satunya pilihan. Pilihan untuk kembali ke Roma, sudah musnah bersama hangusnya kapal perang mereka. Itu sebabnya pasukan Romawi bertempur dengan gagah berani, melumpuhkan setiap musuh yang ada di hadapan mereka. Dan akhirnya pasukan Romawi berhasil memenangkan pertempuran.

“Jangan pulang sebelum menang”, kata seorang rekan penulis yang hidup merantau di Jakarta dengan hanya berbekal ijazah SMP. Petuah ini bukan soal peperangan melainkan soal kehidupan di tanah rantau. Ia menejelaskan, meski bekal pendidikan sangat minim, tapi ia tak mau numpang tua di kota besar. Determinasinya yang kuat, tujuan yang jelas dan tekad bulat  memancarkan energi semangat yang sangat besar. Meski ia tak tahu siapa Julius Caesar, tampak sekali bahwa spiritnya tak jauh beda dengan spirit Julius Caesar di medan perang.

Tekad dan keputusan yang bulat mampu megalahkan banyak hambatan misalnya pendidikan rendah, keluaraga miskin, dari suku atau bangsa tertentu, dan hambatan psikologis lainnya. Tekad bulat seorang berpendidikan rendah akan mampu mengalahkan tekad biasa dari seseorang berpendidikan tinggi. Tak usah disebutkan, pasti anda dapat melihat banyaak contoh di sekeliling anda.

Dalam dunia bisnis, kisah Julius Caesar menginspirasi Nur Kuntjoro, seorang tokoh bisnis yang tekenal mampu merubah perusahaaan rugi menjadi perusahaan yang meraih laba besar.

Karir profesionalnya dimulai di bidang adversiting sebuah perusahaan mesin jahit, kemudian ke perusahaan farmasi, perusahaan direct selling, dan beberapa  perusahaan lainnya. Saat memimpin tupperware Indonesia, ia berhasil membuat perusahaan tumbuh 222 persen, justru pada saat krisis moneter melanda Indonesia. Di perusahaan ini ia dijuluki Record Breaking Leader karena selalu berhasil memecahkan rekor penjualan. Selama 8 tahun memimpin perusahaan direct selling tersebut, dia berhasil meningkatkan penjualan delapan kali lipat dan tak pernah merugi. Bahkan kerugian komulatif selama 6 tahun sebelum masa kepemimpinannya berhasil ditutup dengan keuntungan selama 18 bulan.

Keberhasilan yang dicapai Nur Kuntjoro dalam dunia bisnis disebut sebagai turnaround yaitu proses perbaikan kinerja perusahaan dari kecenderungan menurun menjadi menanjak, dan dari posisi merugi menjadi meraih laba. Dalam bukunya yang berjudul Thingking of The Box For Profit, Nur Kuntjoro mengatakan, turnaround bukanlah masalah finansial semata, melainkan juga komitmen dan leadership.

Nur Kuntjoro memberi contoh kisah Lee Lacocca yang mampu merubah situasi buruk menjadi situasi luar biasa dalam sebuah perusahaan. Lee Lacocca, seorang eksekutif yang sudah mengabdikan dirinya selama 32 tahun di perusahaan mobil Ford, suatu hari dipecat dengan cara yang menyakitkan.

Untunglah, suatu hari perusahaan mobil Chrysler yang saat itu tengah porak poranda menawarkan kepada Lee untuk bergabung menjadi permimpin. Tanpa pikir panjang, ia menerimanya.

Pada bulan-bulan pertama ia bukan berfokus pada bagaimana menigkatkan penjualan, melainkan bagaimana upaya meningkatkan team building. Ia mulai gebrakannya dengan mengumpulkan semua staff dan secara tegas  menekankan pentingnya komitmen. Tanpa basa basi ia meminta agar staf yang tidak punya komitmen sebaiknya tidak usah bekerja di  Chrysler. Ia juga meminta kepada semua staf untuk dapat bekerja keras sampai larut malam dan esok paginya bekerja lagi tanpa tambahan imbalan. Staf yang tidak bersedia diminta untuk mengundurkan diri. Sejak itu beberapa karyawan harus di-PHK. Ia memilih bekerja dengan tim yang kecil namun solid dan berdedikasi tinggi.

Sayangnya beberapa tahun kemudian kondisi keuangan Chrysler semakin memburuk. Kali ini ia memutuskan untuk memotong gajinya menjadi 1 dolar setahun sampai Chrysler bisa menciptakan laba. Melalui cara ini ia dapat melakukan negosiasi agar serikat poekerja menyetujui pemotongan gaji karyawan.

Keputusannya yang berat ini membuahkan hasil. Bersama timnya yang tangguh, Lee Lacocca berhasil merubah Chrysler yang nyaris bangrut menjadi sehat dan besar. Bahkan akhirnya Chrysler berhasil merger dengan raksasa otomotif produsen Mercedes Benz, menjadi Diamler Chrysler.
Julius Caesar, Lee Lacocca maupun Nur Kuntjoro mempu merubah situasi buruk menjadi suatu kemenangan gemilang. Atau dengan kata lain “ jangan pulang sebelum menang”. Apakah kita sudah siap menanamkan komitmen ini kawan??


Dikutip dari sumber:  Suharno Bambang.2011.Kumpulan Artikel Motivasi Jangan Pulang Sebelum Menang Kiat Sukses Kehidupan dan Kepemimpinan. Jakarta. Gita Pustaka.


No comments:

Post a Comment