Tulisan ini sebetulnya sudah lama
kukemas. Namun waktu selalu memberikan kejutan, barulah malam ini di sudut
kamar lamaku (saat SMA) aku bisa menuntaskannya. Ini tepat malam minggu. Semoga
hujan deras mengguyur kota malam ini. hehe
Akhir bulan Mei kemarin aku dan
beberapa temanku meyempatkan diri mengunjungi kota Kediri untuk belajar Bahasa
Inggris. Tepatnya di Kecamatan Pare. Meski hanya dua minggu tapi aku bersyukur
pernah merasakan atmosfer berada di sana.
Waktu yang terbilang singkat namun
materi-materi tetap kami lahap dengan perasan have fun tapi tetap serius.
Banyak hal baru yang aku ketahui tentang ngomong Inggris. Motivasi dari
tutor-tutor ataupun saling mengenal dengan kawan baru dari beragam daerah. Tak
ada ruginya ke sini. Ayo visit Kediri.
Menurutku, ada beberapa perbedaan
antara kota Kediri dan tempatku kuliah, Bandung.Ya, ini menurur pendapatku
saja.
1. Harga
makanan dan minuman
Mungkin tak
hanya Kediri saja tapi juga kota-kota lainnya di Jawa Timur. Tak dipungkiri
lagi harga makanan dan minuman di sini tergolong lebih murah dibandingkan di
Bandung. Sebagai contoh makanan warteg. Meskipun beda tiga ribu rupiah dengan
warteg dekat kampus tnentu itu sangat berpengaruh buat kantong mahasiswa. Belum
lagi makanan ringan atau snack-snack tertentu. Aku sarankan jika di Pare
belanjanya carilah minimarket yang lumayan besar. Harganya pasti lebih murah.
2. Kebiasaan
Kemudian, karena
di Pare banyak sekali terdapat lembaga kursus bahasa Inggris yang cukup murah.
Tentu sangat ramai. Banyak sekali ditemukan pendatang dari beragam latar
belakang usia, pendidikan, budaya, tempat tinggal, dan sebagainya. Tak
mengherankan lagi jika di satu kelas anda akan menemui anak SD berikut orang
dewasa, yang telah berkerja, yang berkepala empat bahkan.
Kebanyakan pendatang
menggunakan sepeda sewaan untuk transportasi sehari-hari. Sebab tak jarang kita
harus berpindah dari tempat kursus yang satu ke tempat yang lain. Dan jika
berjalan kaki tentu membutuhkan waktu yang lebih lama. Nah dengan sedikitnya
intensitas kendaraan bermotor tentu polusi menjadi berkurang.
3. Bahasa
Berbicara
mengenai bahasa, mungkin sudah seyogyanya di nusantara tercinta jika beda
daerah pasti beda bahasanya. Di Kediri mayoritasnya adalah bahasa jawa. Kalau
di Bandung biasanya kami akrab dengan kata “PUNTEN” kali ini kami harus bergaul
dengan kata “Monggo Mas” Terlebih lagi jika bertemu beberap orang tua yang
langsung menyerang dengan bahasa Jawanya yang kental. Aku hanya mengangguk atau
terdiam seribu bahasa.
4. Pergantian
waktu
Nah pergantian
waktu juga yang membuatku harus beradapatasi lebih di Pare. Sebut saja waktu
Shalat. Contohnya shalat Magrib. Kalau di Makassar jam enam lewat barulah adzan
berkumandang, atau di Bandung jam enam kurang sepuluh menit, di sini jam lima
lewat tiga puluh adzan sudah mulai terdengar.
Memang itu sudah
sesuai. Mengingat pukul lima sore lewat seperempat langit sudha mulai gelap.
Begitupun sebaliknya, pukul enam pagi langinya sudah cerah bahkan surya mulai
meninggi dari biasanya.
No comments:
Post a Comment