Thursday, 18 June 2015

Litle Journey:Story Begins


Rabu siang, ujian akhir telah selesai. kalkulus 2 menjadi penutup yang sempurna. Entah hasilnya sebaik ujian sebelumnya atau malah sebaliknya, bukan itu yang ingin kupermasalahkan. Masalahnya apakah dengan itu ilmunya kuterima dengan mantap, mengubah pola pikirku menjadikan lebih dewasa atau hanya sekadar ujian saja. sudahlah, tak patut diwacanakan.

Libur tiga bulan telah tiba. Anganku melambung. Libur telah dimulai, apakah perjalanan mengesankan juga segera dimulai? Mungkin belum terjawab. Rasa bingung dan ketakutan pun datang. Bingung sebab tak tahu bagaimana, kemana kuhabiskan libur panjang kali ini dan takut bila kemungkinan terburuknya jika aku hanya menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Mengisinya dengan kegiatan tak berguna dan tanpa pencapaian berarti. Aku hanya ingin produktif, dan berharap dapat memkasimalkan potensiku sekarang, aku ingin memiliki sesuatu yang dapat kubanggakan, tak lebih. 

Waktu terkadang terasa begitu cepat berlalu. Hanya tersisa satu hari sebelum esok, aku dan beberapa temanku asal Makassar akan menuju Kota Kediri untuk belajar. Yah, belajar dan mengasah kembali kemampuan berbahasa Inggris yang notabene sudah lebih sembilan tahun diperlajari di bangku sekolah tapi ngomongnya belum lancar-lancar amat. Do you agree with me?

Sabtu pagi aku dan teman sekamarku Freddy berangkat menuju daerah Lembang. Daerah dataran tinggi yang cukup dingin dan nyaman di Kota Bandung. Mau tak mau kami harus berangkat lebih awal  dan berkejaran degan waktu sebab tiga hal. Pertama, tak ada waktu lagi bersama, inilah hari terkahirku, kebersamaan kami di kota Kembang. Kedua, mengejar sun rise di Tebing Keraton agar sapat menyaksikan keindahannya saat merangkak dari balik gunung. Terakhir, agar dapat cepat pulang ke asrama, ke stasiun tepat waktu dan terhindar dari ketinggalan kereta.

Suhu udara dingin  menemani kami menuju destinasi dengan sepeda motor pinjaman. Baru saja setengah perjalanan menuju  Tebing Keraton, di sebelah kanan sekitaran jalan Ir. H. Djuanda mentari telah tampak. Rupanya sudah hampir pukul tujuh pagi. Sangat disayangkan, kami telat.

Tidak masalah. Meski sudah cerah saja,pemandangan alam dari Tebing Keraton tidak membuat kecewa. Terpampang gunung Tangkuban Perahu dari dataran tinggi ini. Juga Taman Hutan Raya Juanda yang menghijau di tutupi sedikit kabut dan embun menambah asrinya tempat ini. Jalan terjal dengan suasana khas pegunungan menambah serunya weekend. Belum lagi para pesepeda dengan semangatnya yang seoalah terbakar tetap mengayuh sampai ke puncak. Tak kenal usia ataupun merek sepeda, mereka terlihat sangat antusias melewati jalan menanjak dan berbatu.

Selepas dari Tebing Keraton, tujuan selanjutnya adalah Obsevatorium Boscha. Masih di daerah Lembang. Obsevatorium ini adalah tempat untuk melihat gemintang, dan benda-benda langit lainnya melalui teleskop besar di dalamnya.

Meski dua kali kesasar karena google maps yang bermasalah akhirnya ketemu juga. Setibaku di Obsevatorium milik Himpunan Mahasiswa Astronomi (HIMASTRON) ITB ini tampa tak begitu ramai. Karena jika mendaftar harus menunggu giliran masuk sekitar sejam lagi, aku jadi tak tertarik. Kami hanya berfoto-foto sebentar, membaca artikel teori konsiprasi tentang pendaratan manusia pertama di bulan yang kebanyakan bertolak belakang degan nalar, sebelum kemudian mencari kantor pengelola tempat ini untuk menanyakan beberapa hal. 

Ternyata hanya malam hari sajalah pengunjung dapat menyaksikan bintang-bintang ataupun benda-benda langit melalui teleskop. 

“ Datanglah kesini bulan Agustus nanti Dek, kalau cuaca bagus, kamu dapat melihat Mars dan Jupiter ” ucap bapak pengurus Obsevatorium seraya menyodorkan kami brosur kunjungan yang masih menumpuk di meja. Meskipun masih tiga bulan lagi  dan hanya ada dua hari tersedia di bulan Agustus,  aku merasa begitu tertarik. Teman sekamarku pun menyahut tanda setuju.

“Terima kasih pak!” ucap kami kemudian pamit meninggalkan Obsevatorium.

Arloji hitam di tangan kiriku menunjuk pukul setengah sebelas siang. Aku pikir masih bisa satu tempat lagi yang dapat dikunjungi sebelum balik ke asrama. Tak ada pilihan lain, Gunung Tangkuban Perahu menjadi objek selanjutnya. Hampir setahun aku studi di sini namun ini kali pertamaku ke Gunung yang menjadi ciri khas Kota Bandung.

Sepanjang jalan dihiasi dengan pepohonan khas pegunungan, bus-bus pariwisata yang berlalu lalang, sisi kiri dan kanan terlihat jelas bukit-bukit dan dataran tinggi  Bandung menghijau. Yah, kalau di kampung halaman mungkin aku terlalu dimanjakan dengan wisata bahari, pantai-pantai mengagumkan,  kali ini wisata pegunungan mungkin tak kalah.

Siang itu Tangkuban lumayan ramai. Setelah sepeda motor terparkir kami bergegas menuju spot-spot yang menarik untuk mengambil gambar.  Aroma belerang dari kawah utama tercium jelas. Kami berjalan dari satu sudut ke sudut lainnya hanya untuk mendapatkan frame yang bagus untuk dipotret. Sepintas wisatawan asing terlihat bebaring di sebuah kursi panjang, membuka bajunya membiarkan mentari menyengat dan orang-orang yang lewat menyaksikan tubuhnya yang memerah. Dia terlihat santai dengan irama musik modern dari dalam ranselnya.

Sepatu NB yang biasa kupakai kuliah kini solnya sudah mulai menipis. Bagaimana tidak, tiap kali bekunjung ke daerah seperti ini, dengan trek berbatu hanya sepatu ini yang kukenakan. Belum cukup uangku memebeli sepatu gunung. Semoga masih bertahan sampai setahun lagi. Aamiin.

Karena terbawa suasana, akau tak sadar sebentar lagi teman-temanku akan segera ke stasiun kereta. 

“Bro, jam 2.30 siang kita berngkat ke stasiun ya. Taksi sudah dipesan!” tulis Hidayat lewat pesan singkatnya di BBM.

“Waah, tinggal sejam lagi. Mungkinkah aku akan terlambat?” Batinku dan coba tuk tetap tenang.

Dengan terburu-terburu Aku dan Freddy sesegera mungkin meninggalkan Gunung menuju Terusan Buah Batu yang memakan waktu bahkan lebih dati satu jam perjalanan. Situasi begitu tanggung. Tak mungkin lagi tiba di asrama sebelum  setengah tiga. Paling beruntung hanya setengah tiga lewat lima menit. Pikirku yang diboceng sepeda motor. Macet di sepanjang jalan membuat pikiranku semakin kacau dan suasana hati tak menentu. Aura negatif yang berdatangan kucoba tepis semampuku. Arrggghh..!Panggilan telepon bertubi-tuni dari temanku hanya kuabaikan. Pesan singkatnya pun tak kubalas, kalaupun ia hanya kutulis alas-alasan tidak jujur. 

Dengan terburu-terburu kupersiapkan segala sesuatunya. Untung saja aku sempat mengemas tas carrier 40 liter yang akan kubawa. Tiga orang temanku telah menuggu di taksi dekat jembatan depan kampus. Aku mencoba tenang dan tidak tergesa-tergesa. Aku takut jika ada barang penting yang bakal tak kuangkut. Juga bila saja teman yang menunggu sudah tak tahan dan lekas meninggalkanku.

Pukul tiga kurang lima menit aku telah berada di dalam mobil. Untung saja mereka masih setia kawan. Maafkan aku kawan, yang membiarkan kalian menunggu dan meteran taksi berjalan. Aku duduk di tengah dengan jaket gunung yang masih membalut tubuhku. Panas dan gerah tentu saja semakin menyerang. Bulir keringat mengalir perlahan di pelipis dan badanku. Sangat pengap di dalam sini. Belum lagi macet memperparah suasana. Bersandar sejenak akupun tertidur sampai di stasiun. Mungkin aku terlalu lelah seharian ini.

Setelah menuggu setengah jam. Kereta yang di nanti-nanti tiba juga. Pukul lima sore dengan jarum panjang di angka sebelas kereta berangkat. Terdengar lagu masa kecil di kepalaku.”Tut.tut..tut, naik kereta api, siapa hendak turun ke Bandung Surabaya, kemana? Dengan siapa? Yolanda…wowow wowow!” loh kok.

Pengalaman pertama memang berkesan. Sebut saja pengalaman pertama kali dibelikan sepeda, pertama kali bisa naik sepeda motor, pertama kali bertemu cinta pertama dan menyatakan perasaan di belakang kelas, ah maksudku pertama kali naik kereta. Hehe. Banyak cerita di gerbong kelas bisnis selama perjalan ke Kediri. Mulai diri bertemu dengan sahabat dari Telkom lainnya, saling berbagi makanan sebab harga makanan kereta yang mahal, shalat sambil duduk di kereta, temanku Iskandar yang di buat mati kutu oleh tiga orang wanita dari desain produk ITB, hingga teman dudukku yang seeanaknya saja tidur di sampingku. Untung saja wanita. Hehe.

Sungguh perjalanan darat yang panjang dan melelahkan. Hamparan alam luas membentang di tanah jawa menjadi bumbu perjalananku. Sawah, ladang, hutan, dan gunung memang asyik untuk disaksikan dari lokomotif ini. Empat belas jam lebih berlalu tibalah kami di stasiun Kediri tepat pukul lima pagi lewat seperempat. Petualangan akan dimulai lagi di kota tahu ini. Dua minggu lebih kami akan menetap dan belajar, mengasah ENGLISH skill, menambah relasi pertemanan, dan pengalaman. Semoga berberkah selalu, aamiin.

Bersambung..!


Sisi kiri jalan menuju Tebing Keraton


Menunggu kereta api segera tiba




 

No comments:

Post a Comment