Tuesday, 15 March 2016

Bersuara


Siang yang cerah,  baru saja melepas penat  Kuis mata kuliah Elektronika 1 yang erat sekali dengan Rangkaian Listrik. Di sudut lab rebahkan badan sambil bersandar. Ah kuis tadi sebenarnya aku bisa menjawab degan benar tapi hanya hal sepeleh hasilnya pasti tak maksimal, tapi optimis sajalah. Pikirku meyakinkan hati akan lebih baik lagi di ujian yang akan datang.

Semakin santai, badan semakin merendah, rebah di atas kasur tua milik lab ini. Kasurnya sudah usang dengan warna di beberapa bagian mencoklat dan berlubang. Mungkin saja tak pernah di jemur tapi inilah tempat tidur terbaik di lab.

Ikhlaskah?



Banyak sekali ragam ikhlas yang dapat kita temukan dalam hidup. Berlapang dada, ikhlas yang menabahkan hati atau pun yang menyesakkan. Orang bijak mengatakan ikhlas terkadang menyakitkan tapi ada hal indah yang segera menyusul.

Lalu pertanyaannya sanggupkah kita berprilaku ikhlas dengan seikhlas-ikhlasnya?
Sebut saja dalam  mengerjakan ujian. Mungkin sekali lagi di momen yang sama aku lalai dalam kata dan laku. Banyak kata tak pantas kukeluarkan yang mungkin dapat menyinggung mahaguru jika mendengarnya. Atau Prilaku yang sebanarnya salah dan sama. 

Memang setiap waktu pasti berusaha mengikuti perkataan orang bijak tuk ikhlas dalam bertindak. Mengerjakan ujian kemudian ikhlas pada hasil, belajar dengan ikhlas semata-mata karena ingin mendapatkan ridho-Nya. Kemudian  apakah kita sudah sampai di titik itu atau hanya karena duniawi. Hanya semata-mata.

Yah begitulah. Kalau tidak antisipasi toh kesalahan yang sama dapat menyerang kapan saja. Di ujian yang baru selesai hari ini. Karena terlalu santai, tak mengikuti tips yang aku tulis dan garis bawahi sendiri pada note di kamar, malah membuat tuk ikhlas lebih dalam. Yah berusaha ikhlas mungkin yang terbaik. Aku tidak mendewakan IPK namun IPK yang buruk tidak kuharapkan. Yang kuyakini pasti “Jangan pernah menilai seseorang dari pencapaian akademiknya saja” begitulah salah satu kutipan karakter Onizuka di film Great Teacher Onizuka. 

Singgung tentang ujian. Ujian Tengah Semester baru saja berakhir. Menyisakan lima hari jeda buatku sebelum kembali ke rutinitas. Bangun pagi, tanpa sarapan, dan mandi jika sempat. Di sini orang menyebutnya dengan kuliah. Saat ujian telah kepikiran apa saja yang akan kulakukan di  sekitar 120 jam waktu kosong tersebut. Tentunya dengan sesuatu yang produktif. Menyelesaikan proyek UAV di lab, mulai menulis lagi, cari event yang bermanfaat, menyelesaikan desain, refreshing, mungkin banyak lagi yang tak dapat kusebut satu persatu. Namun lagi-lagi pencapaian delapan puluh persen saja tak sampai.

Suasana kampus sedang hangat-hangatnya kasus penggusuran pedagang kaki lima di sepanjang jalan sukabirus (dekat kampus). Toko kelontong, foto copy, dan warung warung makan yang mendominasi dan telah menjadi langganan mahasiswa akan di bongkar. Akan lenyap dan bagi mahasiswa tentunya akan kekurangan tempat makan murah.  Sebab warung-warung tersebut cukup pas di kantong mahasiswa.

 Aku tak tahu sebab pastinya penggusuran tersebut. Berita yang kudengar katanya banyak bangunan yang illegal, mereka mendiriknnya tanpa surat izin hanya membayar ke preman-preman daerah sini. Entahalah. Suara mahasiswa pun tak turut diam. Gerakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) setahuku telah ikut membela masyarakat mendiskusikan jalan terbaik dengan pihak kampus. Dengan kenyataan yang ada di lapangan mungkin bisa diteabk hasilnya tak berajalan mulus. Mungkin.

Pro dan kontra memang. Disatu sisi kita melihat lingkungan kampus tidak terkesan kumuh lagi dengan di bongkarnya banyak warung-warung pinggiran yang jarang di urus, lingkungan sekitar kampus mulai tertata kembali dan macet mungkin berkurang. Tapi di sisi lain, pihak dari pedagang yang usahanya tergusur tentu akan rugi, apalagi yang baru berumur beberapa minggu. Beberapa tempat-tempat makan andalan mereka akan hilang sampai waktu yang tidak ditentukan.

Kata teman “ pastinya warung-warung lain yang tak tergusur akan tertawa diam sebab kehilangan banyak pesaing”. Ya bisa saja benar. Tapi bisa saja beberapa bulan ke depan mereka akan muncul kembali dengan sesuatu yang berbeda dan membuat pesaingnya tan bertahan tenggelam. Bisa saja.

Rumor yang beredar juga menghimbu kami para mahsiswa untuk menjaga diri dengan baik. Terutama yang nge-kost dekat gang dan sering pulang malam. Di takutkan beberapa pihak yang dirugikan akan melalukan tindak criminal sebab penggusuran tersebut. Yah, sepertinya kami harus berpikir jernih.

Aku yang  kerap pulang ke kosan larut malam pun menyadari hal itu. Memang benar, suasana malam tak lagi seramai biasanya. Dikarenakan toko-toko yang buka dua puluh empat jam tinggal sedikit. Wajar kalau banyak yang berpikiran dan merasa was-was dengan kemungkinan terburuk tersebut.

Namun bagaimana pun, sudah seyogyanya mereka yang dirugikan untuk ikhlas dengan penggusuran tersebut. Aku bukannya sok tahu, atau sok sok lainnnya. Namun kita sama – sama menyadari scenario-Nya tak dapat diprediksi, dan biasanya jauh lebuh indah dari yang direncanakan. Sama seperti UTS baru-baru ini, aku tahu banyak keragaun dalam lembar jawabanku tapi aku ikhlaskan itu kepada yang maha Tahu. Kalaupun hasilnya tak sesuai harapan, toh setidaknya itu perjuanganku dengan rasa ikhlas. Tak mudah tapi sangat mungkin belajar ikhlas menerima. Let’s do it.

Bandung, 12 Maret 2016